It’s ok to Not Be Ok, Sebab Hidup Tetap Harus Terus Berjalan
Apa kabar hati? Apa kamu baik-bik saja? Tidak, aku tidak baik-baik saja. Aku kecewa, aku marah, dan aku takut. Lalu kenapa kamu tetap menulis kalau kamu sedang tidak baik-baik saja? Karena aku ingin menulis. Menulis adalah cara bagiku untuk mengurai emosi secara perlahan.
Biasanya, aku bisa menemukan titik terang dari apa yang
sebenarnya terjadi. Apa penyebabnya? Jika beruntung, aku bahkan bisa menemukan
jalan keluarnya. Maukah kamu membaca ceritaku?
Baiklah, tuliskan apa yang
kamu rasakan. Aku akan membaca dengan senang hati.
It’s Ok to Not Be Ok!
Sub judul ini sengaja aku buat persis
seperti sebuah drama Korea yang sempat populer. Ia, saya tahu. Pemeran utamanya Kim Soo-hyun dan SeoYea-ji
kan? Iya. Tapi aku tidak mau membahas
mereka sih. Apalagi dramanya.
Aku hanya merasa judul drama itu sedang
menggambarkan suasana hatiku saat ini. Lalu aku ingin berkata berulang-ulang
pada diriku. It’s Ok to Not Be Ok, Luk. Sudah sewajar punya rasa kecewa, marah,
dan takut.
Memangnya
kamu kenapa? Lagi ada Masalahkah? Iya.
Beberapa hari ini aku merasa kelelahan. Hampir setiap hari saya lembur. Belum
selesai lelah fisikku. Aku didera rasa kecewa dan marah karena sahabat.
Sahabat yang sudah kukenal
bertahun-tahun lamanya. Usia persahabatan kami bahkan lebih dari 1 dasawarsa.
Tapi aku merasa gagal mengenalnya dengan baik.
Ah
iya, saya tahu. Kamu sudah mengambil keputusan bahwa kamu harus merelakan
sahabatmu itu kan? Soalnya kamu paham dia punya pilihan hidupnya sendiri. Tapi
di sisi lain, kamu juga takut dia kenapa-kenapa kan?
Iya. Menurutmu aku harus bagaimana? Saya belum bisa menjawab sih. Tapi adakah masalah yang
lainnya? Ada, aku kecewa dengan salah
satu kakakku yang tidak mau membantu adikku. Padahal dia sangat bisa memberikan
bantuan.
Yah,
memang menyebalkan punya saudara yang bersikap seperti bukan saudara. Karena itu, aku juga sangat sedih
sebenarnya. Aku ingin punya keluarga yang saling mendukung. Tapi kenapa
sepertinya semua berjalan masing-masing. Beginikah yang disebut ikatan darah?
Saya
paham. Tak apa, bagus malah karena kamu mau mengakui perasaaanmu. Bahwa kamu
sedang tidak baik-baik saja. It’s Ok to Not Be Ok.
Tapi,
ulangi pelajaran dari program Ruang Pulih yuk. Emosi yang kamu rasakan sekarang
ini bisa jadi berasal dari berbagai akumulasi dari emosi masa lalu. Mau ya?
Baiklah.
PROSES SEMBUH YANG TAK MUDAH
Sejak
belajar tentang proses pemulihan diri. Begitulah kira-kira yang selalu saya
lakukan terhadap diri sendiri saat saya merasa tak baik-baik saja. Saya banyak
berbicara dengan diri sendiri.
Menanyakan
apa yang saya rasakan dan apa yang saya inginkan. Biasanya dari dialog dengan
diri sendiri saya memang tidak bisa langung menemukan solusi. Tapi setidaknya
saya bisa menerima emosi saya terlebih dahulu.
Sebab
menerima adalah langkah utama sebelum menuju ke tahap-tahap berikutnya. Seperti
mencari solusi, memaafkan, dan melupakan.
Cara
ini tentu saya dapatkan setelah bergabung dengan program Innerchild Healing
bersama @ruangpulih (nama instagram). Hal yang sangat saya syukuri sampai saat
ini. Apakah sejauh ini bekerja? Ya sangat bekerja.
Tapi
akhir-akhir ini ada sesuatu yang berbeda. Mungkin saya butuh lebih dari sekedar
berdialog dengan diri sendiri. Saya membutuhkan ‘pola pikir’ dari orang
terhadap masalah yang saya hadapi.
Tentu,
kepekaan terhadap kebutuhan diri sendiri ini hadir setelah saya mengetahui
tentang apa itu inner child. Jadi
siapapun kamu yang membaca tulisan ini. Saya merekomendasikan buku Luka,
Performa, Bahagia. Buku ini bisa teman-teman dapatkan langsung dari
@ruangpulih.
Ke
depan, saya masih harus terus mengkreasikan proses pemulihan inner child saya
yang terluka. Fokus pada solusi dan terus bertumbuh.
HIDUP TERUS BERLANJUT, BELAJARLAH SEUMUR HIDUP
Meski
saya sudah menyatakan bahwa saya sudah tahu jalan keluar yang harus saya
lakukan ketika ada masalah. Sesungguhnya pada proses pelaksanaannya tidak
mudah.
Seperti
sekarang, saya sungguh dalam kondisi yang tidak baik. Tapi saya tak buru-buru
untuk memaksa masalah saya harus selesai. Saya haruslah menerima dulu emosi
yang timbul dan ini tidak mudah. Tapi saya hanya tidak boleh berhenti.
Termasuk
dengan proses belajar tentang hidup. Ke depan saya berencana untuk mendengarkan
ulang semua webinar. Saya juga mau baca-baca instagram para coach.
Saya
ada niat, saya ingin merubah banyak pola pikir saya. Saya ingin hidup lebih
tenang dan tak terlalu ambisius. Saya ingin menjalani hidup yang bermakna.
Mumpung
saya masih berada di dalam program ini. Saya akan memanfaatkan waktu untuk
meminta petunjuk dan meminta sharing kepada para coach. Terutama Mbak Intan dan
Mas Adi.
Sampai
di sini dulu ya teman-teman. Tunggu curhatan saya yang lain tentang
perkembangan emosi saya. Saat ini saya masih punya tugas untuk kembali
menguatkan komitmen saya. Soalnya hampir 2 minggu saya tidak aktif di group.
Bismillah,
hidup terus berjalan. Saya harus belajar seumur hidup. Oh ya, teman-teman boleh
baca ulang tulisan saya yang pertama ya tentang program ini. Klik linknya di sini.