KEBAHAGIAN MASA KECIL, DARI SI KOMO SAMPAI POHON JUWET YANG MENJULANG TINGGI
Itu adalah lagu anak-anak
yang sangat saya ingat. Masih terekam jelas di ingatan, Si Komo yang berjalan
di jalanan. Tubuhnya bahkan lebih tinggi dari gedung-gedung pencakar langit di
Jakarta.
Dalam imajinasi saya, saya
membayangkan Si Komo adalah hewan raksasa. Tapi saya tidak tahu apa jenisnya.
Si Komo pun tak terlihat menyeramkan. Tak seperti raksasa-raksasa lain yang
saya baca dalam sebuah cerita.
Gara-gara lagu ini pula,
saya meyakini bahwa biangnya kemacetan itu ya Si Komo. Bukan karena semakin
banyaknya kendaraan yang memenuhi jalanan. Sungguh pikiran lugu khas anak-anak.
Namun yang jelas, saya
senang bisa mendengarkan lagu tersebut. Setidaknya saya jadi sadar. Rupanya
saya punya kenangan masa kecil yang membahagiakan. Apabila kenangan itu hadir
kembali mampu mendatangkan kebahagian-kebahagian yang lain.
Bukan MKKB (Masa Kecil Kurang Bahagia)
Suatu hari saya pernah
membeli mainan yang sangat saya suka saat SD. Di kampung saya namanya kolas. Jadi mainan itu bentuknya seperti
slime dan berwarna bening. Kemasannya sangat kecil menyerupai kemasan pasta
gigi.
Isinya harus dipencet dari
bagian bawah dan dililitkan pada ujung stik menyerupai sedotan. Ukurannya juga
kecil. Panjangnya sekitar dua ruas tangan orang dewasa dan berwarna kuning.
Kalau saya meniup dari
bagian ujung stik yang kosong. Benda berbentuk slime tadi akan berubah menjadi
balon. Seperti gelembung udara namun berukuran besar. Saya suka membesarkan
bentuknya dengan menambah udara langsung dengan mulut saya.
Mainan itu tak bisa
bertahan lama. Rentan meletus karena setelah mendapat udara ia menjelmas
menjadi selaput yang begitu tipis. Tapi saya tak pernah bosan, selalu beli lagi
dan beli lagi.
Mbak saya yang paling tua
langsung berkata saat melihat saya yang sudah dewasa kembali meniup kolas. Kok kamu
itu kayak anak kecil. Begitu ujarnya. Saya langsung merasa tak nyaman. Iya, saya kan sudah besar. Begitu pikir
saya. Saya memungkiri bahwa bermain kolas
membuat saya bahagia.
Hal tersebut juga
wajar-wajar saja. Saat orang dewasa melakukan hal-hal yang ia suka ketika kecil.
Itu tak lantas menjadikannya sebagai orang yang masa kecilnya kurang bahagia. Kalau
orang-orang bilang MKKB.
Justru dengan sesekali
melakukan hal-hal yang kita suka semasa kecil. Seperti bernyanyi, bermain, dan jajan. Kita sedang recall kebahagiaan yang pernah kita
rasakan dulu. Hal itu sangat baik dalam pengasuhan inner child.
Kenapa saya bisa
meyakininya? Karena saya merasakannya.
Kabutaku, Robot yang Terlupakan
Pada sesi terakhir Parade
Webinar Inner Child Healing dengan Ruang Pulih. Acara dibuka dengan membahas
film-film kartun yang kita suka saat kecil. Peserta juga diajak menyanyikan
berbagai lagu anak-anak. Soundtrack doraemon,
sinchan, dan sebagainya.
Saya sendiri pengen banget
nyanyi soundtracknya Ninja Hatori. Ah saya nyanyikan sekarang sajalah. Soalnya
waktu tidak ada yang menyinggung tentang Ninja Hatori sama sekali.
Mendaki gunung, lewati lembah. Sungai mengalir indah ke
samudera. Bersama teman bertualang. Tempat yang baru belum pernah terjamah.
Suasana yang ramai di tengah kota. Slalu waspadalah kalau berjalan. Siap
menolong orang di mana saja.
Gozaru, Gozaru itulah asalnya. Pembela kebenaran dan
keadilan. Hei Ninja Gozaru.
Di dahan pohon dia mulai beraksi. Menjaga anak-anak
bermain di taman. Bunga-bunga indah terbang ke awan. Membawa hati kita jadi
gembira.
Gozaru, Gozaru itulah asalnya. Pembela kebenaran dan
keadilan. Hei Ninja Gozaru.
(ini versi lirik yang saya ingat. Meski di youtube ada
yang berbeda. Saya lebih memilih versi ingatan saya. Hehehe)
Rupanya apa yang saya ingat
agak berbeda dengan peserta lainnya. Selain mengingat Ninja Hatori, saya juga
mengingat serial Robot Kabutaku. Saya mendapatkan kesempatan untuk menceritakan
tentang serial yang satu ini. Tapi tak ada satu pun peserta lain yang
mengingatnya.
Tak apalah. Toh ingatan
semua orang kan berbeda-beda. Yang penting semua senang, semua happy dengan
mengingat film kartun dan lagu kesukaan di masa kecil.
Akhirnyaa Bertemu Si Komo
Parade Webinar Inner Child
Healing yang sempat saya sebutkan terlaksana pada 12 September lalu. Salah satu
pembicaranya adalah Kak Seto. Mimpi apa
saya sampai bisa mengikuti webinar beliau. Tak pernah terpikirkan saya bisa
mendapatkan kesempatan ini.
Senang? Tentu dong. Apalagi
saya bisa bertemu Si Komo. Sumpah kangen sama suara Si Komo yang sering bilang,
weleh... weleh... weleh.... Saya
tiba-tiba jadi keingat masa-masa kecil saya.
Layar kaca yang menampilkan
Si Komo berjalan di antara gedung-gedung tinggi memenuhi ingatan saya. Duh,
ternyata membahagiakan ya mengingat masa kecil.
Saya pun perlahan jadi
tersadar. Kalau mau ditimbang-timbang, masa kecil saya itu membahagiakan loh.
Penuh dengan imajinasi dan eksplorasi. Apalagi saya tumbuh di kampung ya. Banyak
hal yang bisa saya lukan.
Dulu saya itu rajin banget
membantu Ibu bekerja. Masak pakai tungku, menimba air di sumur, mencari kayu
bakar, dan menghidupkan lentera menjelang magrib. Ya ampun, saya pernah loh hidup tanpa listrik. Tapi rasanya waktu itu
semua berjalan dengan lancar-lancar saja. Tak seperti sekarang, listrik mati sebentar
saja langsung kelimpungan.
Saya juga anak yang suka
bermain loh. Serunya itu, permainan yang saya mainkan itu permainan
tradisional. Lompat tali, bola bekel, kelereng, congklak, petak umpet, engklek,
dan gobak sodor. Sayang banget, anak-anak
jaman now kurang menggandrungi permainan-permainan ini lagi. Lebih banyak yang bermain
gadget.
Bersama teman sebaya, saya
suka loh membuat permainan alternatif dengan memanfaatkan alam sekitar. Ada tuh
dulu permainan bernama gecak (nama di
kampung saya). Alatnya adalah tutup dari minuman berkemasan botol kaca. Dulu
kan jarang minuman yang kemasannya botol plastik.
Terus kami juga sering
memanfaatkan biji-bijian. Seingat saya, kami pernah bermain menggunakan biji
lamtoro kering dan biji buah kenitu atau sawo hijau. MasyaAllah, sekeren itu loh masa kecil saya. Kenapa ya saya jarang
mengaksesnya? Malah lebih suka mengingat hal-hal buruknya saja.
Pohon Juwet Menjulang Tinggi
Saya ini suka sekali sama
tanaman. Kalau saya ingat, itu ya lantaran dari kecil saya sudah dekat dengan
mereka. Di depan rumah saya tumbuh pohon rambutan. Kata Ibu, nenek yang
menanamnya.
Terus ada juga pohon jambu
klutuk. Karena pohonya rendah, saya berani memanjatnya. Lalu memakan buahnya
sambil duduk di bagian dahannya yang kuat.
Pernah juga, saya dan Ibu
memanen kenitu. Lalu kami menjualnya ke pasar. Satu lagi yang paling saya
ingat, buah juwet. Buahnya yang lonjong, hitam mengkilat, bergelantungan.
Sungguh menggugah selera. Duh sedih deh, buah ini sudah tak pernah saya temui
lagi.
Saya ingat sekali. Ada
sebuah pohon juwet yang tumbuh di tepi sawah. Setiap kali melewati jalanan di
dekat sawah tersebut, saya suka banget melihatnya lekat-lekat. Sebenarnya
pengen mengambilnya. Tapi kata Ibu tak boleh mengambil yang bukan hak kita.
Makanya, sesekali saya suka
pergi ke rumah teman. Lebih tepatnya teman kakak saya. Karena dia jauh lebih tua
dari saya. Saat saya SD sekitar kelas 4, dia sudah di bangku SMA.
Di rumah teman kakak saya
itu ada pohon Juwet yang menjulang tinggi. Pohonnya besar dan rimbun. Kalau mau
mengambil buahnya harus ada pemanjat handal. Untungnya ada sih, adik sepupu
dari teman kakak saya itu.
Nah, kalau lagi main ke
rumah teman kakak saya itu. Saya bisa membawa pulang se plastik buah juwet. Saat
perjalanan pulang saya berjalan santai sambil menikmatinya. Bayangkan saja, seorang anak perempuan desa,
umurnya sekitar 10 tahu. Berjalan di lurung (jalan desa) yang masih berupa
tanah. Di kanan-kirinya tumbuh
berbagai pepohonan rindang. Seru bukan?
Sering-Seringlah Recall Masa Kecilmu yang Membahagiakan
Jadi intinya teman-teman.
Dari Parade Healing yang terakhir ini. Saya menyadari pentingnya mengakses
masa-masa kecil yang membahagiakan. Agar innerchild kita yang terluka perlahan juga bisa sembuh.
Menyenangkan kok
teman-teman. Saya sendiri jadi menyadari, bahwa saya masih bisa loh mengambil
karakter-karakter positif saat kecil. Caranya ya tadi, kita harus sering
mengakses masa-masa kecil yang luar biasa.
Sekian dulu ya. Saya
sebenarnya belum ingin mengakhiri tulisan ini. Masih ada satu pesan lagi yang
ingin saya ceritakan. Tapi akan saya lanjutkan ditulisan berikutnya saja.
See you....